Saturday, October 4, 2008

Semangka Emas

P ada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang saja. Ia tidak perduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeda tingkah lakunya. Ia tidak rakus dengan uang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.

Sebelum meninggal, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata kepada kedua anaknya. Maksudnya agar anak-anaknya tidak berbantah dan saling iri, terutama bila ia telah meninggal kelak.

Muzakir langsung membeli peti besi. Uang bagiannya dimasukkan ke dalam peti tersebut, lalu dikuncinya. Bila ada orang miskin datang, bukannnya ia memberi sedekah, melainkan ia tertawa terbahak-bahak melihat orang miskin yang pincang, buta dan lumpuh itu. Bila orang miskin itu tidak mau pergi dari rumahnya, Muzakir memanggil orang gajiannya untuk mengusirnya. Orang-orang miskin kemudian berduyun-duyun datang ke rumah Dermawan.

Dermawan selalu menyambut orang-orang miskin dengan senang hati. Mereka dijamunya makan dan diberi uang karena ia merasa iba melihat orang miskin dan melarat. Lama kelamaan uang Dermawan habis dan ia tidak sanggup lagi membiayai rumahnya yang besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan harus bekerja. Gajinya tidak seberapa, sekedar cukup makan saja. Tetapi ia sudah merasa senang dengan hidupnya yang demikian. Muzakir tertawa terbahak-bahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh itu. Muzakir telah membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas. Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laku abangnya.

Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit-cicit kesakitan "Kasihan," kata Dermawan. "Sayapmu patah, ya?" lanjut Dermawan seolah-olah ia berbicara dengan burung pipit itu. Ditangkapnya burung tersebut, lalau diperiksanya sayapnya. Benar saja, sayap burung itu patah. "Biar kucoba mengobatimu," katanya. Setelah diobatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan.

Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan. Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun demikian, senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang rumahnya.

Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya. Tentulah ia akan kenyang makan buah semangka dan selebihnya akan ia sedekahkan. Tetapi aneh, meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu. Ukuran semangka ini luar biasa besarnya, jauh lebih dari semangka umumnya. Sedap kelihatannya dan harum pula baunya. Setelah masak, Dermawan memetik buah semangka itu. Amboi, bukan main beratnya. Ia terengah-engah mengangkatnya dengan kedua belah tangannya. Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau. Ia membelah semangka itu. Setelah semangka terbelah, betapa kagetnya Dermawan. Isi semangka itu berupa pasir kuning yang bertumpuk di atas meja. Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh, nyatalah bahwa pasir itu adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari karena girangnya. Ia mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. "Terima kasih! Terima kasih!" seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.

Keesokan harinya Dermawan memberli rumah yang bagus dengan pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang datang ke rumahnya diberinya makan. Tetapi Dermawan tidak akan jatuh miskin seperti dahulu, karena uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah ruah. Rupanya hal ini membuat Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahasia adiknya lalu pergi ke rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepadanya tentang kisahnya.

Mengetahui hal tersebut, MUzakir langsung memerintahkan orang-orang gajiannya mencari burung yang patah kaki atau patah sayapnya di mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun tak ditemukan. MUzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya, Muzakir mendapat akal. Diperintahkannya seorang gajiannya untuk menangkap burung dengan apitan. Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira.

Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik di kebunnya. Tumbuh pula pohon semangka yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari semangka Dermawan. Ketika dipanen, dua orang gajian Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah karena beratnya. Muzakir mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah semangka itu. Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan raya sambil menjerit-jerit. Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya.

(diolah dari Cerita Rakyat dari Kalimantan Barat 2, Syahzaman, PT.Grasindo, 1995)

Balas Budi Burung Bangau



Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama Yosaku. Kerjanya mengambil kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan. Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju. Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu. Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku beberapa kali sebelum terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya dirumah, Yosaku segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.

Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu. Kepalanya dipenuhi dengan salju. "Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku," ujar Yosaku. "Nona mau pergi kemana sebenarnya ?", Tanya Yosaku. "Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena salju turun dengan lebat, aku jadi tersesat." "Bolehkah aku menginap disini malam ini ?". "Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan." ,kata Yosaku. "Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap". Kemudian gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.

Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Yosaku berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Salju masih turun dengan lebatnya. "Tinggallah disini sampai salju reda." Setelah lima hari berlalu salju mereda. Gadis itu berkata kepada Yosaku, "Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah ini." Yosaku merasa bahagia menerima permintaan itu. "Mulai hari ini panggillah aku Otsuru", ujar si gadis. Setelah menjadi Istri Yosaku, Otsuru mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, Otsuru meminta suaminya, Yosaku, membelikannya benang karena ia ingin menenun.

Otsuru mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Otsuru menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru keluar. Kain tenunannya sudah selesai. "Ini tenunan ayanishiki. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Yosaku sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang. "Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi. "Baiklah akan aku buatkan", ujar Otsuru. Kain itu selesai pada hari keempat setelah Otsuru menenun. Tetapi tampak Otsuru tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Otsuru meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi.

Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak ada maka Yosaku akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Yosaku pada istrinya. "Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya", kata Otsuru.

Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis menenun, Yosaku berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hampir gundul kehabisan bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Yosaku, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Otsuru. "Akhirnya kau melihatnya juga", ujar Otsuru.

"Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong", untuk membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini," ujar Otsuru. "Berarti sudah saatnya aku berpisah denganmu", lanjut Otsuru. "Maafkan aku, ku mohon jangan pergi," kata Yosaku. Otsuru akhirnya berubah kembali menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terabng keluar dari rumah ke angkasa. Tinggallah Yosaku sendiri yang menyesali perbuatannya.

E-SmartSchool

Anak Hilang


Ujung Genteng, 30 Sept 2008


Guys/Gals, sepertinya inilah saat yang tepat buat saya “press conference” tentang kembalinya anak yang hilang…

Bila Joker (di film batman) berkata bahwa orang2 akan menunjukkan sifat aslinya ketika mereka hampir mati, mungkin bisa dikatakan bahwa teman2 yang diujung genteng sudah lebih mengenalku ketimbang keluargaku sendiri..

Tapi berhubung cerita ini sangat panjang, saya anjurkan untuk baca per perikop aja J GBU!

PREFACE

Jadi, pada pagi hari itu, semua orang masih terbuai oleh malam sebelumnya: indahnya milky way yang menghiasi langit, dan astonishing moment yaitu begitu banyak penyu yang bertelur di pantai..

Pagi itu Ko Sandy, pegang gitar, dan rencananya mo ngumpulin orang buat doa bareng, tapi bhubung masing2 masih terbuai oleh urusan masing2, ya udah, jadinya acara masing2, ga jadi doa bareng..

Siangnya, ketika Ko Sandy dan Lajur sedang pergi ke pantai dekat villa, sedangkan Ci Melly, Kempot dan Merry sudah balik dari pantai, kita rame2 (exclude Ko Sandy & Lajur) pergi ke Batu Besar (tempat surfing)..

BATU BESAR

Batu Besar benar2 membius, ombaknya bisa menggulung, bahkan ada bule yang sedang surfing dengan asyiknya..

Sedangkan kita, wisatawan nan sederhana ini, hanya bisa melihat2 dari karang di tepi pantai, meskipun hanya bisa memandang (karena ga bisa surfing) tetap saja terasa mengesankan..

Saya pribadi, juga gembira karena berhasil mengumpulkan beberapa hewan pantai yang tajem2 (kepiting, bulu babi, udang penjepit, etc), hingga kantong kresek yang saya gunakan bolong dimana2 J

Sedangkan Carol memanfaatkan moment ini untuk foto2 ala prewed ama Ricky, tak ketinggalan saya juga sempat ikutan foto ala prewed lho J (sama siapa, cobalah terka…)

Suasana pantai saat itu benar2 ceria, ingin rasanya menghabiskan energy sebanyak2nya di sana, bener2 layak untuk di kunjungi…

IT’S TIME TO SWIM

Pantainya bener2 tempting, lalu saya pun buka baju dan bergegas untuk mencicipi ombaknya.. Saya ajak Ricky, tapi dia prefer nungguin anak2 di karang..

Saya pergi agak jauh dari karang, karena takut terluka klo suatu saat terbentur karang, jadi saya pergi ke dekat nesting site para penyu yang tidak ada karangnya..

Lalu saya coba untuk maju perlahan ke dalam laut, dan sebenarnya di sini saya sudah melakukan beberapa kesalahan fatal:

1. Seumur hidup saya belom pernah berenang di pantai yg ombaknya sebesar itu, jadi tidak ada jaminan bahwa saya akan selamat di situ (belum ngukur kemampuan)

2. Sehari sebelumnya Ko Sandy udah ngomentarin, bahwa pantai ini “not for beginner”. Tapi komentar itu berlalu begitu saja dari telingaku..

3. Saya pergi ke tempat sepi (sulit dapet pertolongan kalo sampe ada apa2)

4. Saya tidak pake pengaman sama sekali (pelampung, atau tali tambang, atau apapun yang memudahkan orang untuk menolong)

Awalnya di 3 meter dari garis pantai pertama laut cuma sedengkul, tapi ternyata tiba2 mendadak dalam (setelah 2 meter berikutnya)..

Anyway, saya merasa gembira menikmati berenang2 di sana, bener2 nikmat berenang bertaburan ombak yang menggulung2 seperti itu..

Hingga suatu saat saya sudah cukup letih dan ingin kembali ke pantai untuk istirahat sejenak..

Saya mulai berenang ke arah pantai, tapi aneh, posisinya seperti jalan di tempat, tidak bisa mendekati tepi pantai..

Lalu saya coba gaya bebas sekuat2nya ke arah pantai, karena saya pikir gaya bebas itu bentuknya seperti papan selancar dan bisa didorong ombak ke pantai, ternyata saya salah, tetap saja jalan di tempat, dan bottom line, tenaga saya yang tinggal sedikit itu menjadi semakin terkuras..

Kemudian, saya coba cara lain, yaitu berenang sambil menyelam, ya penyu ke pantai sambil menyelam bukan? Ternyata ide ini pun sama jeleknya, bahkan lebih jelek, saya tambah jauh dari pantai..

Pada titik itu, saya putuskan untuk meminta pertolongan dengan melambai2kan tangan (semoga ada yang melihat), dan coba untuk bertahan hidup dengan energy seirit mungkin…

Gerakan yang saya lakukan adalah seperti gaya katak, dengan kaki dibawah, dan kepala yang kadang nyelup kadang muncul, tujuannya untuk hemat energy hingga ada yang nolong..

Sesekali saya coba untuk menyelam mencari dasar laut, siapa tau menemukan pantai yang lebih dangkal di sekitar saya..

Sepertinya justru gerakan itulah yang membuat saya semakin terseret ke tengah laut..

Sebenernya, saya yakin bahwa cepat atau lambat para peselancar akan nolongin saya, saya yakin 100%

Tapi saya meragukan “kapan” mereka akan sampai… apakah mereka bisa tiba sebelum saya pingsan? Atau setelah saya mengalami NDE? Atau setelah saya benar2 meninggal?

INTERMEZZO: NDE

Kira2 dua minggu yang lalu saya nonton National Geographic yang membahas soal NDE (Near Death Experience).

NDE ini terjadi ketika jantung sudah berhenti berdetak, tetapi otak masih bekerja beberapa menit lamanya..

Beberapa orang, ada yang masih bisa hidup meskipun sudah mengalami NDE, tetapi umumnya orang meninggal bila sudah masuk fase ini..

Mereka yang kembali hidup, biasanya bisa bercerita tentang pengalaman yang aneh2, ada yang “merasa” melihat surga, ada yang “merasa” melihat ayahnya/ibunya yang sudah lama mati, dll.

Ketika nonton siaran itu, saya juga sempat muncul keinginan untuk mengalami NDE, meskipun saya tau bahwa itu hanyalah pikiran2 bodoh yang tidak perlu ditanggapi..

AM I GOING TO DIE?

Kembali ke Ujung Genteng. Strategi saya kembali ke awal, yaitu mengirit energy seirit2nya, dan melambaikan tangan semoga ada yang bisa melihat..

Saya bisa melihat di kejauhan, wajah teman2 yang memandang ke arah saya, tapi yang bisa saya lakukan hanyalah melambai2kan tangan untuk meminta pertolongan..

Hal ini berlangsung cukup lama hingga seluruh badan benar2 letih, saya sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan, dan air laut mulai mengisi perutku karena seringkali ombak datang ketika aku hendak mengambil nafas… Tak kuhitung berapa banyak air laut yg sudah kutelan..

Tenagaku pun sudah habis terkuras, aku harus bersiap menghadapi kematianku..

Kali ini tidak ada musik mengalun, semuanya benar2 sepi, nyaris aku tidak mampu mendengar suara apapun, suasana benar2 hening saat itu..

Nothing…

Di sini saya benar2 memikirkan tentang kematian, apa yang akan terjadi setelah saya mati? Saya yakin semua orang yang hampir mati akan punya pikiran seperti itu.

Apa yang akan terjadi dengan kedua orang tuaku? Bagaimana perasaan mereka, ketika teman2 pulang membawa tasku, dan sebuah surat, yaitu SURAT KEMATIAN?

Hening sejenak…

Apakah hidup mereka masih bisa tertopang dengan layak? Bagaimana ini dan bagaimana itu? Demikian banyak pertanyaan yang tidak bisa kujawab…

Saya juga membayangkan kantor sedang meeting, membahas kematianku, mati karena terseret ombak… Die for nothing! No purpose at all!

Di dalam air, pada saat itu, saya pun berdoa, yaitu doa minta maaf pada Tuhan. Saya minta maaf karena akan mati seperti itu, semuanya adalah kekonyolan, semata2 hanyalah kekonyolan!

Ya Tuhan, aku minta ampun karena sudah mengambil tindakan yang sangat bodoh, dan tidak menghargai nyawa yang sudah Kau berikan..

Semua anugerah yang kita terima harus bisa kita pertanggungjawabkan, dan aku gagal mempertanggung jawabkan kematianku… bukan mati sebagai pahlawan, tapi benar2 mati konyol semata..

Meskipun tidak ada ketakutan yang kurasakan, tetapi penyesalannya begitu mendalam…

Jadi, pada saat itu memang saya berdoa, tetapi bukan berdoa meminta pertolongan, melainkan doa penyesalan…

Mungkin aku sudah hidup bagi Tuhan, tapi aku gagal mempertanggungjawabkan kematianku..

Hening…

LIGHT OF HOPE

Tiba2, aku melihat ada bule berenang ke arahku, suara ombak kembali terdengar, lalu dia suruh supaya kepala selalu diatas air (ga boleh gaya katak). Aku bilang, bahwa aku sudah tidak punya energy lagi untuk berenang, tapi dia menekankan bahwa kita harus bersama2 berenang atau tidak sama sekali, dia pun berenang sambil memapahku.. Entah berenang gaya apa saat itu, aku sudah tidak bisa ingat lagi…

Ajaib, kami semakin mendekati garis pantai… dan tidak berapa lama kemudian, ada papan selancar menyelip dibawah tubuhku (rupanya ada bule lain yang datang), eh tiba2 saya udah siap di setrika (rasanya seperti diatas papan setrika), dia suruh untuk cengkeram papan tsb, tapi saya gagal. Ombaknya begitu kuat, sehingga papan selancarnya maju meninggalkanku begitu saja…

Tidak habis usahanya, dia selipkan lagi papan selancarnya dibawah tubuhku, kali ini aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan! Dengan segenap tenaga yang tersisa, dengan kaki dan tangan dan segenap kekuatan aku cengkeram selancar tsb, dan ombakpun mendorongku ke pantai..

THE HARD PART

Bila bagi banyak orang ini adalah bagian “happy ending”, bagiku ini adalah awal penderitaannya..

Ternyata, ketika kita di laut hingga hampir mati, kita akan mati rasa, dan seluruh adrenalin mendukung kita untuk bertahan hidup..

Tapi, ketika sudah tiba di darat, tubuh yang manja ini mulai ngadat satu persatu..

Saat itu aku sudah tidak sanggup bergerak sama sekali, bahkan buka matapun sudah tidak bisa, tapi untunglah telinga, mulut masih bekerja dengan baik..

Sakit kepala yang kurasakan luarbiasa dashyat, mualnya juga luar biasa, capeknya juga luarbiasa, dan udah ga bisa mikir sama sekali, semua kalimat keluar dari mulutku begitu saja tanpa bisa dikontrol..

Saya ga terlalu ingat waktu itu udah ngomong apa aja, tapi saya masih ingat ada orang yg membanjur air laut ke tubuhku ketika aku sudah keracunan air laut! L L L

Lalu, saya ingat ketika teman2 menyeretku di pasir hingga ketiakku hampir robek.. ototku benar2 sudah tidak mampu bekerja, tangan ini tidak bisa bereaksi pada saat di tarik..

Lalu teman2 mulai membuat “tandu” dari tangan, dan saya dibawa dengan terombang ambing, haleluya! Itu membantu saya untuk muntah!

Setelah muntah di pantai, kondisi saya langsung membaik, bisa buka mata, dan bisa jalan meskipun harus dipapah..

WHERE IS THE CLINIC?

Teman2 berhasil membawaku masuk ke mobil..

Tapi astaga di perjalanan mataku kembali gelap, meskipun kelopak mata terbuka, tapi pemandangan berubah menjadi senja….

Ternyata aku dehidrasi, kepanasan, dan kehilangan tekanan darah… Ya, kadang2 aku bisa kehilangan tekanan darah bila kepanasan…

Dan aku ingat dengan semua kisah survivor, ada satu motto yaitu “stay with me”: Orang yang sekarat akibat accident harus selalu diajak ngobrol supaya tidak tertidur!

Meskipun tidak ada topik untuk dibicarakan, saya berusaha semampunya untuk selalu bicara, supaya tidak tertidur dan pingsan hingga koma..

Lalu teman2 membelikanku pocari sweat, ya mungkin itulah pertamakalinya aku minum pocari sweat campur pasir, karena sebagian pasir masih menempel di kerongkonganku..

Mobil yang dikemudikan Lajur melesat dengan begitu cepat, sampai2 kepalaku semakin terombang ambing lagi…

Dan berhubung itu adalah hari H-1 lebaran, semua puskesmas tutup…

Hingga suatu saat aku benar2 sudah tidak tahan dengan goncangan di mobil, dan muntah sebanyak2nya, kira2 1 liter air laut keluar dari mulutku..

Haleluya! Kondisiku pulih! Ya, yang kubutuhkan adalah muntah sebanyak2nya… dan hal itu terjadi karena semua puskesmas tutup! (sehingga perjalanan agak panjang)

Ya, aku pulih seketika karena tidak menemukan puskesmas disekitar ujung genteng..

Sakit kepala dan mualnya langsung hilang seketika..

AND FINALLY, A HOSPITAL

Stick on the plan, kami tetap mencari pertolongan medis.

Tapi sebelum tiba di rumah sakit, tentunya kudu beli teh botol dulu, ner ga? Dan itu adalah teh botol yang sangat berkesan bagiku..

Pertama2, saya coba kompres kedua mataku dengan teh botol yg terbungkus plastik tsb.. nikmatnya kalo mata sudah diademin…

Setelah dikompress mataku kembali normal, kondisi badanku pun sudah normal saat itu, hanya saja masih terasa luar biasa capeknya..

Dan tentu saja teh botol itu kuminum, ehm.. ini cerita ga penting banget ya? Ya pasti lah diminum, masa pasti dong?

Setelah 1 jam perjalanan dari ujung genteng, kamipun tiba di sebuah rumah sakit yang cukup besar namanya RSUD JAMPANGKULON.

Turun dari mobil, saya sudah seperti orang sehat, bisa jalan, meskipun ko Tjatur bersikeras agar aku tetap dipapah biar tidak jatuh..

Lalu aku direbahkan disebuah kasur UGD untuk mulai dirawat..

Cepat2 saya minum norit yang dibawa oleh Ricky cs, langsung 20 tablet, whatever they do, I need to neutralize the toxin ASAP.

^*&#^$#@%^&$#

Inilah kisah tentang perawatan di rumah sakit RSUD JAMPANGKULON:

1. Tensimeter: Dokter ini terburu2, saya hanya merasakan sekitar 4 detak jantung ketika diukur (too loose).. Padahal normalnya, saya mengharapkan 10 detak jantung atau lebih ketika pengukuran.. Ingin rasanya meminjam stethoscope itu dari lehernya, karena saya juga cukup rutin ngecek tekanan darah sendiri di rumah.. Tapi berhubung angkanya terlalu bagus (120mmhg), ya sudahlah, pasti sudah tidak ada masalah ditekanan darah… (padahal entah dia sambil ngeliat alat ukur, atau Cuma formalitas doang ketika mompa2 tekanan darah tsb..)

2. IV: Kemudian dia tanya soal keluhan, dan aku bilang tidak ada keluhan sama sekali (emang bener kok, kan udah muntah), hanya saja sepertinya aku terlalu banyak minum air laut ketika tenggelam tadi.. Dia sarankan untuk diinfus, dan datanglah mantri:

a. Dia colok dibelakang jari manis tangan kiriku, dan muncul benjolan sebesar setengah biji salak disana. Lalu dia cabut jarumnya, dan darahnya di kepret2 kelantai

b. Coba pake jarum yang sama di pergelangan tangan kananku, benjol lagi (tapi lebih kecil). Lalu aku bilang udah deh ga usah diinfus aja, ga papa kok..

c. Lalu dia keluar ruangan, bali 10 menit kemudian bawa jarum baru, dan coba infus pergelangan tangan kiriku, dan berhasil

d. Kemudian dia keluarkan 2 buah obat botolan dari kantong plastik, obat pertama disuntikkan ke dalam IV. Sedangkan obat kedua Cuma dibuka doang botolnya (dipetekin, leher botolnya kudu dipatahin), tapi ga diapa2in lagi, cuma dipajang doang disebelah ranjangku.

e. Kira2 20 menit kemudian, barulah datang mantri lain membawa suntik untuk masukin obat yg kedua ke badanku. Kenapa obatnya kudu diangin2kan selama 20 menit yah? Aneh banget.

f. Dan Ko Tjatur yg teliti itu nanya, berapa tetes per menitnya? Dia bilang 20 tetes. Padahal klo dihitung paling Cuma 12 tetes per menit.. L L Saya sendiri sih prefer 60 tetes per menit karena kami cuma punya waktu 1 jam di sana.

g. Saya tertidur…

h. 1 jam kemudian infus dilepas dengan cara yg nyakitin hati dan jiwa L. Jadi, dia lepasin plester pertama, trus dia bersihin kulit saya (jarum masih nancep), kemudian begitu seterusnya hingga plester ke lima. Entah seperti apa robek2 akibat jarum dalam arteri ku itu. Dia lebih concern ngebersihin bekas plester di kulit ketimbang ngeluarin jarum yang masih nancep dalem pembuluh darahku..

3. WC: Saya sudah boleh berdiri, dan pasir yang sudah kering berjatuhan dari tubuhku ke lantai, wow banyak banget pasirnya sampe2 ada relief tapak kakiku dilantainya. Lalu aku pun mencari2 WC, ternyata cuma ada 1 dan sedang occupied. Tiba giliranku masuk WC, eh belum disiram dan sedikit bau. Lalu aku buka celana, dan astaga… benda apa itu? Bentuknya sudah seperti terumbu karang, disini aku shock.. Siapa sih yg masukin begitu banyak pasir ke dalam celanaku?

Lalu saya pun kembali ke Villa Ujang, sambil makan nasi padang..

Nafsu makan sih bagus, tapi tenggorokan akan susah menelan, mungkin ada pasca-traumatic akibat terlalu banyak menelan air laut.. Lagipula pasirnya masih menempel sebagian di tenggorokan..

2nd CHANCE

Besok paginya, matahari terbit di ufuk timur. Jujur saja, di Ujung Genteng sunrisenya ga pernah bagus, selalu berawan.. Sunsetnya juga ga kalah jeleknya..

Tapi, pagi itu terasa begitu indah bagiku, setelah sate aku keluar sejenak, matahari terasa begitu nyaman menghangatkan kulitku yang sedang tertiup angin pagi yang sejuk itu..

Kalau kemarin Tuhan ijinkan aku mati, maka aku tidak akan bisa merasakan matahari itu lagi…

Lalu aku masuk ke dalam villa, ambil gitar dan coba penyembahan ringan, begitu nyaman rasanya…

Itulah yang kurasakan ketika merasakan hidup yang baru ini.. bener2 seperti 2nd chance…

Tapi bhubung banyak gangguan dan interogasi, penyembahan itupun berakhir begitu saja… Sebagian mengira saya sedang sate, sebagaian lagi mengira saya sedang melankolis L L L

Malemnya tiba di Bandung, bokap mengirim SMS singkat: Sudah sampai di mana?

Lalu, entah kenapa, beda banget rasanya waktu ngebales sms bokap… Saya masih hidup, saya masih bisa bales sms, saya bisa ini dan itu… What a great gift that I never realized!

Terlalu banyak hal yang bisa saya syukuri setelah kejadian tsb, saya harus bener2 bisa mempertanggung jawabkannya ketika saya bener2 mati nanti..

WHAT A FATHER

Sampai di rumah, tinggal bokap dan kokoku yg lom tidur (ponakan sedang maen ke bandung)..

Tibalah kami ditopik kelelep tsb, dan muncullah berbagai saran, tapi kami tiba di kesimpulan yang sama..

Yaitu: Cara saya bales budi si bule adalah dengan belajar berenang melawan ombak (tentu saja dengan perlengkapan keselamatan yang lengkap), dan siapa tau suatu saat nanti saya bisa menyelamatkan orang lain dari kematian.. J J J

Regards,

Haley Swarnapati

Kirim Cerpen Cerita Pendek Kamu

Disini tempat untuk berbagi cerita pendek, download dan upload semuanya gratis. Untuk mengirimkan cerpen kamu, tinggal email aja ke d3nina@gmail.com atau berikan comment untuk naskah ini.
Siapa mau jadi penulis terkenal ? tidak susah asal mau berusaha...

ayoooooo anak-anak bangsa, mari kita mulai untuk menjadi orang yang berbeda...